Selasa, 30 April 2019

PMII Kota Metro Adakan Sarasehan dan Doa Bersama


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Metro Mengadakan Saresahan dan Doa Bersama Alumni dan Kader PMII Se-Kota Metro Lintas Generasi yang mengusung tema “Mempererat Mata Rantai Kaderisasi Dengan Mengingat History” di Kesektariatan Cabang PMII Kota Metro,Selasa (30/19).

Kegiatan ini dimulai pukul 19.00 wib yang dibuka dengan shalawat dari Majelis Ulul Albab. Dihadiri oleh seluruh kader dan warga PMII Se-Kota Metro. Juga turut hadir  para pendiri PMII Kota Metro serta  Alumni dan Ikatan Alumni (IKA ) Lampung Timur.

Aris Nugroho selaku ketua pelaksana menyampaikan “ucapan terima kasih atas kehadiran sahabat-sahabat, dan berharap agar kegiatan pada malam ini berjalan dengan lancar”.

Ahmad Sabiqul Mustofa menuturkan bahwa “mari mereplesikan bersama gerakan PMII yang ada di Metro, bukan hanya berkumpul, ngobrol saja, tetapi lebih dari itu harus berfikir visoner”,ujarnya

“Perjuangan dari senior-senior terdahulu sampai saat ini kita rasakan bersama, yang mana senior-senior kita terdahulu bekerja keras membeli tanah dan sebagainya demi berdirinya bangunan yang saat ini menjadi rumah kitabersama yaitu kesektariatan cabang PMII Metro”,imbuhnya

“PMII Metro khususnya yang di Lampung sendiri memang di akui dalam proses kaderisasinya, jadi sahabat-sahabati harus dan merealisasikan kegiatan kita bersama, sahabat-sahabat juga harus mengerti apa yang di butuhkan PMII Metro. Harapan kita bersama mari kita sama-sama berproses untuk kedepannya”,pungkasnya

Kegiatan yang berlangsung sangat meriah serta penuh semangat membara dari sahabat-sahabat PMII, di tambah adanya penampilan orasi dari sahabat Singgih, Rayon TBI, Rayon AS, dan Ditutup dengan pemotongan tumpeng serta makan bersama seluruh warga, kader, dan alumni PMII Se-Kota Metro Lampung.

Reporter
Riduan

Kamis, 25 April 2019

Cabe-cabean



CABE-CABEAN:
REDUPLIKASI ATAU AKRONIM?
Memasuki tahun 2014, media semakin dihebohkan
dengan istilah ―cabe-cabean. Bahkan, sempat diparodikan pada
25 Januari 2014 dalam acara ILK (Indonesia Lawak Klub) di
salah satu stasiun televisi swasta. Istilah  cabe-cabean ini
muncul dan diperkenalkan tahun 2013 oleh anak-anak muda,
khususnya anak-anak pelajar SMP dan SMA di Kota Jakarta.
Cabe-cabean berarti cewek-cewek yang suka nongkrong di
arena balap motor. Sayangnya, siapa yang pertama kali
menemukan istilah cabe-cabean tidak jelas asal-usulnya.
Seiring waktu berjalan, makna cabe-cabean semakin
meluas. Young Lex, seorang rapper muda, memerikan secara
terperinci sepuluh ciri ―cabe-cabean, yakni (1) pakai behel
untuk bergaya, (2) Sabtu malam ber- make-up, (3)
berboncengan motor bertiga atau berempat, (4) suka kebut-
kebutan, (5) segala sesuatu di-update dan memakai rok di atas
perut, (6) cabe sering kali teriak cabe, (7) malam mingguan di
pasar malam, (8) pacaran di fly over, (9) tidak terima dengan
keadaan, dan (10) berbaju ketat, bercelana pendek, naik motor.

Lantas, apa hubungannya cabe dengan sepuluh ciri
cabe-cabean tersebut?
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cabe
(seharusnya ditulis cabai) berarti 1 ‗tanaman perdu yang
buahnya berbentuk bulat panjang dengan ujung meruncing,
apabila sudah tua berwarna merah kecokelat-cokelatan atau
hijau tua, berisi banyak biji yang pedas rasanya‘; 2 ‗buah cabai‘
(biasa dibuat sambal atau campuran sayur). Intinya, cabe
berkaitan dengan sesuatu yang pedas dan hot. Baik, barangkali
ini berterima dan dapat dinalar oleh kita. Namun, apakah
berterima juga dengan kriteria cabe-cabea  yang disebut di
atas dengan keadaan sesungguhnya?
Selanjutnya, kata cabe kita jadikan reduplikasi menjadi
Cabe-cabean (kata ulang berimbuhan). Akhiran –an dalam
kata ―cabe-cabean‖ bermakna gramatikal ‗menyerupai‘ atau
‗tiruan‘ seperti halnya ―mobil-mobilan‖ yang berarti ‗mirip
mobil‘ atau ‗mobil bohong-bohongan‘. Nah, apakah ―cabe-
cabean‖ juga mirip dengan cabe? Tidak ada korelasi yang
konkret bila hanya merujuk pada makna hot dan pedas kecuali
bila memang mereka berpakaian mirip cabe, barangkali itu akan
lebih konkret.
Selain sebagai leksem yang dapat direduplikasi,
ternyata cabe juga merupakan sebuah akronim dari ‗cewek alay
bisa ehem‘ atau ‗cewek alay bahan ew**an‘. Makna ‗ehem‘ dan
‗ew**an‘ di sini bermakna ambigu dan berkesan memaksa.
Kalau dilengkapi, akronim ―cabe-cabean‖ berarti ‗cewek alay
bisa ehem‘-‗cewek alay bisa eheman‘. Akronim ini sangat
mengganjal bagi pengguna bahasa karena ada unsur
pengulangan—saya tidak pernah menemukan akronim yang
berbentuk kata ulang seperti ini. Sebelumnya ada kata alay
(anak layangan), jablay (jarang dibela[i]), dan KEPO (knowing
every particular object). Ketiga kata ini masih berterima
sebagai akronim.
Dalam buku pedoman Ejaan yang Disempurnakan
(EYD), pembentukan akronim memiliki dua syarat: (1) jumlah
suku kata akronim jangan melebihi suku kata yang lazim pada
kata Indonesia dan (2) akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan
pola kata Indonesia yang lazim. Istilah ―cabe-cabean‖
sebenarnya memiliki kedua syarat tersebut, hanya bentuk
reduplikasinya saja yang taklazim, yakni reduplikasi
berakronim.
Bila ingin dijadikan akronim yang jelas, cukup dengan
kata CABE (ditulis kapital seluruhnya karena bentuk singkat
gabungan huruf awal) bukan CABE-CABEAN. Nah, sekarang
muncul lagi jenis ―cabe-cabean‖ yang lain, yakni (1) ―cabe ijo‖:
tipe kelas ini biasanya anak SMA gaul di Jakarta yang sering
nongkrong di tempat yang lagi hits. Dandanannya mentereng
dan sangat ingin dipandang dewasa; (2) ―cabe merah‖: kategori
ini biasanya kongkow di klub yang ada di sekitar Kemang,
Jakarta Selatan. Namun, konon sebelumnya, mereka nongkrong
dulu di swalayan; (3) ―cabe oranye‖: tipe gadis jalanan yang
biasa nongkrong sambil menonton balapan liar. Ketika sore, ia
senang sekali naik motor berboncengan tiga, tidak memakai
helm, serta sambil cekikikan memainkan HP.
Lantas, apakah penambahan kata ijo, merah, dan
oranye di atas memiliki korelasi dengan kata cabe? Atau
ketiganya akronim? Entahlah.


Repost karya kang Encep Abdullah
-Riduan

Metode Mudah Dalam Menerima Materi Saat di Perkuliahan


Metro (25/04/2019)
Aku ingin sedikit bercerita mengenai salah satu metode pembelajaran selama di semester 4 ini khususnya di perguruan tinggi yang ada di Lampung.

Di Zaman millenial sekarang banyak mahasiswa/i mulai tergerus dengan yang namanya Gedget, baik itu bermain game,aplikasi yang unfaedah dan lain-lain , ya... Walaupun tidak semua mahasiswa/i seperti itu.

Di Zaman yang serba mudah ini harusnya mahasiswa lebih semangat lagi dalam belajar,karena semua sudah ada di Gedget yang telah dimiliki. Namun, kenyataannya tidak...

Mahasiswa/i saat ini lebih cenderung ke game,daripada mencari cara bagaimana sih caranya agar lebih semangat dalam belajar, ya tau lah penyakit mahasiswa/i itu malas.

Aku bingung sama malas
Kenapa sih kok suka banget deket-deket sama kita(mahasiswa/i),dan lebih parahnya lagi sampai saat ini obat malas itu gak ada, emmm.

Baik, langsung ke metode aja lah yah
Ntar temen-temen pada bosen lagi denger cerita gajelas aku,hehehe

Berbicara mengenai metode pembelajaran, banyak dosen yang memiliki metodenya masing-masing saat menyampaikan materinya, salah satunya adalah Bu Siti Zulaikha selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih Zakat.

Dan perlu kalian tahu, Bu Siti Zulaikha tuh pembimbing akademik aku loh😊

Banyak sekali metode yang diberikan oleh Bu Siti Zulaikha dalam silabus yang di share ke kelas ku yaitu kelas B. Salah satunya adalah metode debat.

Metode ini sangat aku sukai, karena ini memicu aku dan temen-temen untuk berlatih untuk berbicara.
Tapi bukan cuma omong kosong yah...
Melainkan harus melampirkan referensi atau teori yang jelas baik itu dari buku ataupun dari jurnal.


Saat pemakalah memberikan kesempatan kepada kami selaku audien untuk di bagi kelompok pro dan kontra. Disitulah aku dan kelompok ku untuk menyiapkan senjata.
Hah .... Senjata.😅 Udah kayak mau perang aja.

Benar apa yang aku kira semua kelompok berantusias serta semangat untuk ikut berbicara saling mengeluarkan argumen masing-masing serta mempertahankan argumennya.
Seiring berjalannya pembelajaran ssampai saat ini semua temen-temen ku faham tentang materi Fiqih Zakat, karena metodenya yang asyik dan menyenangkan serta memberikan rangsangan untuk berani berbicara. Karena sebelum kita belajar di depan umum, kita harus dapat berlatih berbicara di hadapan temen-temen kelas dahulu.

Aku mengharapkan metode-metode yang telah di berikan dosen untuk di laksanakan karena demi kepintaran kita sendiri.

Dan aku ingat pesan bu Putri Swastika, "bahwa  pintar itu hanya 10% dan sisanya adalah Akhlak atau sikap 90%. Jika kita berakhlak walupun tidak terlalu pintar insyaallah akan sukses, namun jika kita pintar tetapi tidak memiliki akhlak saya yakin tidak akan sukses."

Jadinya aku akan selalu menjaga Akhlak dan sikap aku baik itu teman sebaya dan yang lebih tua dari aku.


-Riduan

Minggu, 21 April 2019

PMIIku

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Jurai Siwo Metro Lampung Rayon Perbankan Syariah mengadakan Kelas Jurnalistik di 39 Batanghari,Minggu(21/04).

Kegiatan ini adalah kegiatan perdana di Perbankan Syariah. Walaupun kegiatan perdana namun antusias dari Warga dan Kader Rayon Perbankan syariah sangat baik untuk kegiatan yang perdana ini.

Guruh Ketua Rayon Perbankan Syariah menuturkan bahwa kegiatan ini mengarahkan warga dan kader PMII untuk berfikir kritis dan dapat mengkritik namun ada solusinya.

Pemateri dalam Kelas Jurnalistik adalah sahabat Ahmad Mustakim, materi yang disampaikan sangatlah penting di zaman millenial yang mana semua serba digital.

Sahabat Ahmad Mustakim mengajari sahabat-sahabati rayon perbankan syariah dalam membuat blog guna menuangkan tulisannya.

Selain itu juga sahabat Ahmad Mustakim memberikan info link-link atau website untuk rujukan sahabat-sahabati rayon perbankan syariah untuk menulis.

Maulana menyampaikan kesannya bahwa menulis sangatlah penting guna kehidupan, seperti pribahasa macan mati meninggalkan belang,gajah mati meninggalkan gading,penulis mati meninggalkan sejarah.


-Riduan